Translate

Senin, 22 Juli 2013

Setia Memilihmu part.4 (end)

Genre : Cerpen, Cerbung

Ini adalah hari keberangkatan Enji untuk mengikuti program Pengabdian. Bersama keluarga, Ia pergi ke bandara. Ia sengaja tidak menghubungi Deva ataupun Ara. Setelah berpamitan dengan orang tua dan kedua adiknya. Bersama teman-temannya sesama calon dokter yang terpilih, Ia melangkah meninggalkan keluarganya. Di dalam pesawat, Enji membuka catatan kecilnya. Terdapat dua lembar foto yang sengaja Ia selipkan pada catatan itu. Ia kembali menatap lekat foto itu.
Foto Aratasya, gadis pahlawannya waktu SMA dengan rambut pendeknya, yang memang foto itu diambil ketika SMA. Dan fotonya bersama Deva. Foto ketika mereka suka menghabiskan waktu bersama, foto persahabatan mereka. Enji tersenyum lembut, dan memasukan foto itu kembali pada tempatnya.



@@@

2 tahun kemudian. . . .
Pesawat Enji akhirnya mendarat. Dengan membawa dua tas koper hitam ditangannya, Ia keluar dari bandara. Senyuman sumringah tampak jelas di bibirnya. Setelah mengikuti program Pengabdian hingga selesai, Enji dinyatakan lulus. Ia akan langsung diangkat menjadi dokter di Rumah Sakit ternama yang bekerja sama dengan kampusnya. Ia hanya perlu mengikuti wisuda minggu depan, dan Ia akan resmi menjadi dokter.
Ketika di dalam Taksi, tak sengaja matanya menangkap sebuah Majalah lusuh yang terselip di belakang kursi supir. Enji mengambil Majalah tersebut, matanya terbelalak tak percaya apa yang ditulis di salah satu artikel Majalah itu.
“Pak.. ini Majalah kapan?” Tanya Enji seakan tak percaya, dan memang majalah tersebut sangat lusuh dan sudah banyak halaman yang terlepas entah dimana.
“Wahh.. itu Majalah lama banget.. Saya lupa, Kalau boleh tau kenapa ya Pak?”
“Gak papa” Enji tersenyum dan kembali menatap Majalah di tangannya. ‘Aratasya, penulis dan produser sekaligus sutradara dari film ‘My Heaven’ akan menikah dengan Pemain Utama di Filmnya, Deva’

@@@

Setiba di rumah, keluarga yang memang tidak tau akan kepulangannya, menyambut dengan gembira. Hari ini Enji, menghabiskan waktunya bersama keluarga. Karena memang 2 tahun tanpa komunikasi adalah hal sangat berat baginya. Rasa rindu yang selalu menghantuinya setiap malam, kini terbalaskan.
Rasanya sudah dua hari ini Ia kembali ke rumahnya, namun belum bertemu atau mengetahui kabar dari Ara ataupun Deva. Dengan tubuh yang masih tertidur di ranjangnya, dengan malas Enji menyalakan Televisi dengan remot di sampingnya. Tubuhnya dengan cepat bangkit, matanya menatap layar televisi, dan mendengarkan berita di televisi dengan seksama tanpa melewatkan satu kata pun.
-Prolog- ‘Setelah meluncurkan buku ke 3 nya bulan kemarin, Aratasya akan menyelesaikan film yang di apdatasi dari buku ke duanya yang berjudul ‘Setia Memilihmu’
“Film ini, akan tayang sekitar dua bulan lagi.. Inspirasi Film ‘Setia Memilihmu’ ini dari pengalaman sahabatku.. Film ini aku persembahkan untuk sahabat penaku yang menjadi sahabat nyataku.. Disini Deva hanya sebagai figuran saja, dia terlalu sibuk dengan bisnisnya” Ucap Ara yang sedang melakukan jumpa pers. Dengan mengunakan Gaun pink , Ia duduk anggun di atas kursi.

 Walaupun hanya melalui televisi, Enji sudah sangat bahagia bisa melihat Ara.
-Prolog- ‘Setelah menyelesaikan Film ‘Setia Memilihmu’, Ara berencana akan pergi ke Singapore untuk menemani suaminya, Deva. Untuk melakukan shooting iklan.'

Lega rasanya sudah mengetahui kabar Ara, yang ternyata telah mengapai salah satu cita-citanya, menjadi penulis. Rasa penasaran akan buku yang ditulis Ara pun muncul, Enji segera membuka tab nya dan memesan ketiga buku Ara sekaligus secara online.'My Heaven', 'Setia Memilihmu, dan 'Beautiful Flight'. "Judul yang bagus" Komentar Enji dengan senyuman yang terus melekat pada bibir  Enji. 
‘Sore yang hangat’ batin Enji, tak lama dia terdiam. Enji segera beranjak dari ranjangnya dan menuju café di ujung jalan Apartemen Ara dulu. Entah gadis itu masih tinggal disitu atau tidak, Ia belum mengetahuinya. Dengan ditemani secup ice orange coklat di tangannya, Enji duduk di kursi depan, tempat terakhir kali yang bertemu dengan Ara. Matanya tak henti menyapu jalanan yang tidak teralu ramai akan kendaraan. Seorang gadis dengan mengendarai sepedah putih melintas dengan pelan. Gadis itu mengenakan topi biru dan pakaian harian yang terlihat simple namun terlihat sangat cocok dibadannya. Gadis itu tersenyum pada setiap orang yang ditemui di jalannya, dan sesekali berhenti sebenar untuk mengobrol dengan orang yang ditemuinya di pinggir jalan. Gadis itu semakin dekat dan melintasi café tempat Ia duduk. Andai gadis itu menengok sedikit ke café, pasti Ia akan melihat Enji dengan jelas. Namun gadis itu tetap mengayuh lambat sepedahnya melaju ke depan, tanpa menoleh. Enji hanya tertawa kecil melihat Gadis yang bersepedah itu adalah Ara.


@@@

Setelah menjalani serangkaian kegiatan wisuda, kini Enji bekerja sebagai Dokter. Memang bisa dibilang dia beruntung, lolos seleksi program pengabdian terpilih. Tanpa bantuan siapapun, Ia bisa menduduki posisi Dokter di Rumah Sakit ternama, dan mendapat gaji yang cukup besar. Dengan seragam Dokter yang selalu Ia kenakan, Ia menjadi Dokter yang terlihat sangat sibuk. Mondar-mandir, menangani pasien yang memencet bel, bertanda darurat, namun terkadang banyak pasien yang iseng memencet bel hanya karna ingin melihat Dokter Enji yang terkenal tampan.
“Dokter” terdengar suara seakan memanggilnya. Enji yang tengah menuju Ruang Operasi, menyempatkan pandangannya mencari sumber suara tersebut. Didapatinya seorang Ara berdiri, melihatnya dan tersenyum. Sejenak Ia berhenti dan membalas senyuman Ara.
“Dok! Pasien sudah siap di ruang operasi.” Ajak perawat perempuan di sampingnya sambil menarik pelan lengan Enji. Tanpa berpamitan dengan Ara, Ia segera melanjutkan perjalanannya menuju Ruang Operasi. Dengan terus melangkahkan kakinya menjauh dari Ara, sebuah perasaan persalah masih menyelimuti hati Enji. Mungkin sekarang Ara akan membencinya. Sederet opini negatif terus bermunculan dalam benaknya.
@@@
Merasa masih ada rasa bersalah pada Ara. Enji terus memikirkan cara untuk memulai pertemuan lagi dengan Ara. Segala hal yang terbesit berujung ketidak setujuan dari dirinya. Rasanya sangat susah dan berat jika harus bertemu dengan Ara. Enji mengamati nomer ponsel Ara yang tertera di layar ponselnya. Namun jarinya seakan susah untuk memencel tombol ‘call’ . Segala pikiran tentang Ara membuatnya semakin bergelut akan rasa delima. Dengan rasa yang masih bimbang, Ia bangkit dari tempat duduknya meraih gitar disampingnya dan pergi menggunakan mobilnya. Entah kemana Ia akan pergi. Yang pasti, Ia ingin menghilangkan rasa kebingungan tentang cara bertemu dengan Ara di dalam pikirannya. Selama hampir satu jam perjalanan, Enji tiba disebuah taman yang lumayan sepi. Taman itu cukup Rindang, dan terdapat danau kecil yang terlihat sangat sejuk. Setelah memarkir mobilnya, dengan membawa gitarnya, Ia berjalan menyusuri jalanan setapak taman itu. Pandangan Enji tiba-tiba terpusat pada keramaian di seberang jalan taman tempat Ia berdiri. Semakin lama melihat keramaian itu, Ia semakin tertarik pada orang-orang yang berkumpul dengan beberapa kamera dan perangkat syooting lainnya. ‘Sepertinya mereka sedang break syooting’ batin Enji. Merasa tempat ini nyaman, Ia duduk, dan mengeluarkan gitar yang memang Ia taruh dalam sarung gitar berwarna hitam. Ia mulai memetikkan senar gitarnya dan memainkan nada akustik yang sangat indah, beberapa kali matanya melirik ke depan, melihat orang-orang yang tengah bergerombol melakukan syooting. Namun jarinya secara tiba-tiba berhenti, Ia melihat orang yang membuatnya kebingungan dan membawanya kesini. Wah.. Sepertinya Ara sangat sibuk. Enji sedikit tertawa, melihat gadis yang sangat dirindukannya kini tengah mengatur banyak orang, dan terlihat sangat lelah.

Enji hanya menatapnya sebentar dan kembali memainkan gitar di tangannya. Kali ini Ia hanya bermain Instrumental saja, tanpa bernyanyi. Setelah memainkan 3 lagu instrumental, Enji merasakan seseorang tengah mengamatinya. Namun Ia tidak peduli, Ia masih asyik memainkan gitar dipangkuannya.
“Heemm” Suara gadis menghentikan permainan gitarnya. Ia menoleh pada gadis itu dan melihatnya dengan raut muka datar.
“Permainan gitarnya, masih keren” Gadis itu mendekatinya dan mengambil gitar ditangannya. Ia mulai memetik senar gitar dengan pelan. Walaupun terlihat masih sangat kaku, tapi gadis itu terlihat cukup pandai bermain. Suara petikan gitar dari jemari gadis itu, mulai terdengar semakin jelas.

Ada banyak cara Tuhan menghadirkan cinta Mungkin engkau adalah salah satunya Namun engkau datang di saat yang tidak tepat Cintaku tlah dimiliki
Inilah akhirnya harus ku akhiri Sebelum cintamu semakin dalam Maafkan diriku memilih setia Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya
Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu Walau besar dan tulusnya rasa cintamu Takkan mungkin untuk membagi cinta tulusku Dan aku memilih setia
Inilah akhirnya harus ku akhiri Sebelum cintamu semakin dalam Maafkan diriku memilih setia Walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya
OOOuuu..oo..
Seribu kali logika ku untuk menolak Tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku Bila saja diriku ini masih sendiri Pasti ku kan memilih ... kan memilih kamu..uuu..
Inilah akhirnya harus ku akhiri Sebelum cintamu semakin dalam Maafkan diriku memilih setia Walaupun kutahu cintamu..ooohh.. Walaupun kutahu cintamu lebih besar daa..darinya..
(Fatin Shiqia Lubis-Aku Memilih Setia) 

Setelah selesai bernyanyi, Gadis itu memandangi Enji dengan mata sayu dan senyuman kecil melekat pada bibirnya.
“Pa kabar?” Sapa Gadis itu.
“Seorang Aratasya, bisa main gitar juga”
“Gak ada hal yang gak bisa gue lakuin”
“Termasuk nyuri hati gue” Enji mengucapkan dengan tegas dan serius. Ara menghela napas panjang dan memalingkan mukanya menatap segerombolan orang yang merupakan crewnya dalam membuat film.
“Gue udah nikah ama Deva” Ara berusaha menelan ludah dengan sangat berat. “Udah tiga bulan yang lalu”
“Dan gue gak dikabarin..” Suara Enji terdengar ceria, terlihat sepertinya dia tidak merasa kecewa ataupun marah.
“Haha.. Udah.. tapi gak ada hasil”
“Iya.. Gue tau.. Yaahh Padahal gue jadi dokter gara-gara dulu gue pernah baca di blog Lo, Lo pengen punya suami dokter.” Enji berkata sambil tertawa kecil.
“Haha.. Tapi akhirnya Deva jadi jodoh gue..” Ara mengembalikan gitar yang dari tadi dipangkuannya pada Enji.
“Sebentar lagi Deva kesini.. Dia pasti seneng, kalau ketemu Lo.. Jangan Kabur!! Gue mau nyelesain tugas gue dulu” Ara menunjuk pada gerombolan orang yang sibuk merapikan barang-barang. Ara berdiri dan tersenyum lebar kembali. “Gue kangen puisi Lo.. Gue harap elo akan jadi sahabat pena gue terus.. Gue akan nungguin email dari elo” Ara mengedipkan sebelah matanya dan berbalik pergi meninggalkan Enji. Enji menatap lekat punggung gadis yang selama ini Ia idam-idamkan. Semakin lama, punggung itu terlihat menjauh. Ini lah hidup, Seorang gadis bernama Aratasya telah membuatnya menjadi dokter. Membantunya merangkai kehidupannya. Walaupun, Ia tidak bisa memiliki gadis itu, setidaknya Ia pernah menjalani waktu bersamanya, mengenalnya, dan berbagi kebahagiaan dengannya.
‘Aku seorang pengagum Rahasiamu.. Menunggumu dalam senyap sepi.. Dalam malam, aku merintih dalam rinduku.. Berbisik pada Angin, untuk mengucapkan selamat malam padamu.. Walaupun ketika ku buka mata, engkau adalah seseorang yang tak mungkin bisa aku miliki.. Melihatmu tersenyum dan bahagia, itu sudah cukup.. Perlu kau tau, Cinta tulus padamu, tak akan pernah lenyap.. Malam dan Siang ku, akan terus aku sisipkan bayangmu.. Biarpun waktu terus berjalan dan mengubah segalanya, aku akan tetap disini menunggu mu.. Bahkan dikehidupan selanjutnya, aku akan terus menunggumu..'

-END-


Author  :
Rike Riszki Yunitasari
@RikeYunita

Sebenernya ini cerita mau aku bikin Novel, tapi berhubung waktu ku yang masih sibuk dan ada beberapa faktor lainnya, jadi lebih baik aku persingkat dan membuatnya menjadi Cerita Pendek yang bersambung. Cerita ini terinspirasi dari kesetiaan seorang lelaki yang sangat tulus mencintai seorang gadis. Ia rela melakukan apapun demi gadis itu. Walaupun pada akhirnya takdir berkehendak, tidak seperti yang Ia inginkan. Namun baginya, mencintai gadis itu adalah anugrah. Sebab ketika mecintai gadis itu, secara tak langsung Ia telah menemukan masa depannya untuk hidup. Itulah cinta.. Jika kita dengan tulus mencintai, maka cinta akan membawa kita pada lembah kebahagiaan. Tapi ketika mencintai dengan rasa paksaan atau karena faktor hawa nafsu belaka, maka akan bermuara pada rasa penyesalan dan sia-sia.


Thanks for Reading :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar