Translate

Minggu, 21 Juli 2013

Setia Memilihmu part.3

Genre : Cerpen, Cerbung
Tak lama, akustik permainan gitar Enji menjadi Lagu dari Adera “Lebih Indah”. Enji bernyanyi dengan diiringimusik  gitar akustik yang dimainkan  sendiri. Sepertinya Ia mearasemen lagu itu sendiri. Suara Enji memang sangat Indah, dan permainana gitar Enji yang rapi sukses membuat Ara terpukau.
 Memang Deva sering bernyanyi lagu ini untuknya, namun kali ini yang bernyanyi adalah Enji. Lebih tepatnya Dokter Enji yang memiliki suara dan permainan gitar jauh lebih bagus dari Deva yang memang hanya pemain gitar amatiran.
“Keren kan?” Enji membuyarkan lamunan Ara yang terpukau melihatnya bermain gitar dan bernyanyi.
“kalau gue bilang ENGGAK, pasti gak ada yang percaya” komentar Ara.
Tawa kecil tergambar di wajah Enji. Namun tiba-tiba saja Ia terdiam dan tangan kanannya meraba tenggorokannya sambil berdehem.

“Oya.. gue lupa.. Mau minum apa? Jus jeruk?”
“Boleh.. gak mungkin dirumah ini gak ada Jus Jeruk kan..” Tawa kecil kembali menghias raut wajah Enji.
“Iya donk.. Gue kan pecinta Jus Jeruk fanatic..” Ara meletakan dua botol jus jeruk 600 ml di atas meja didekat mereka. Enji kembali memainkan gitar di tangannya. Jarinya terlihat sangat lincah menari memetik senar gitar. Kali ini Ara benar-benar terpukau, hingga suara deringan ponselnya membuyarkan lamunan tatapan kagumnya pada Enji. Sebuah MMS mendarat di Ponselnya.


Kacamata baru. Gue tambah ganteng aja ya.

“Hahaa” Tawa seketika muncul di bibir Ara.
“Kenapa?” Enji yang mendengar Ara tiba-tiba tertawa, sedikit terkejut.
“Deva, kirim MMS.. Fotonya lagi pamer sunglasses baru” Ara menyodorkan ponselnya menunjukan pada Enji. Enji yang melihatnya juga ikut tersenyum.
“setidaknya sekarang Deva baik-baik saja di sana” Lirih Ara sambil mengutak-atik ponselnya, yang seperti membalas pesan dari Deva. Sekarang memang waktu liburan semester, Deva yang memang dijadwal praktek tugas kuliah ke Singapore selama satu bulan penuh, harus bisa meninggalkan Ara sendirian. Ara sengaja tidak pulang ke rumahnya, Ia sedang sibuk mulai mengerjakan skripsi. Dilihat dari kemampuan Ara, jika Ia ingin wisuda tepat waktu, Ia harus mulai mengerjakan skripsi mulai sekarang. Ia sudah berjanji dengan Deva akan lulus di tahun yang sama. Itulah alasan kenapa Ara, memutuskan lebih memilih tinggal di Apartemennya selama liburan demi mengerjakan skripsinya.
Enji yang memang bukan mahasiswa perantauan dengan senang hati, menemani Ara. Setiap hari, Enji berkunjung ke Apartemen Ara. Enji memang mendapat amanah dari Deva, untuk melihat Ara setiap hari. Hanya untuk memastikan bahwa Ara baik-baik saja. Waktu makan siang tiba, mereka memutuskan untuk makan siang di luar. Karena memang setelah makan siang, Enji ingin Ara menemaninya ke toko music untuk membeli gitar baru untuknya.
“Ini bagus gak?” Ucap Enji yang meminta pendapat Ara ketika memilih gitar.
“Bagus” singkat Ara tersenyum.
“Kalau itu?”
“Bagus”
“Yang itu?”
“Bagus” Setiap gitar yang ditunjuk Enji, selalu dijawab bagus oleh Ara. Enji hanya bisa tertawa melihat Ara yang memang mengaku tidak bisa memilih gitar yang bagus, baginya semua gitar memiliki keistimewaan sendiri-sendiri. Akhirnya Enji telah menemukan gitar yang sesuai keinginannya. Sementara Enji menyelesaikan administrasi di kasir, tampak Ara yang terpaku melihat kotak music yang di pajang di dalam lemari kaca yang cukup besar. Semua jenis kotak music sepertinya ada di situ. Matanya tak berhenti menatap satu per satu kotak music di depannya.
“Ada yang minat?” Kata Enji yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Ara.
“Ehmm.. bingung”
“kalau yang itu gimana?” Enji menunjuk kotak music berbentuk piano mini yang terbuat dari kaca bening.

“wah.. Selera Lo bagus.. Lucu juga” Komentar Ara yang dengan seksama mengamati kotak music yang ditunjuk Enji.
“Mau?”
“Hah?” Ara sedikit kaget akan pertanyaan Enji. Namun walaupun Ara menolak, Enji tetap membelikan kotak music itu untuknya.

Hari-Hari terus berlalu, Selama liburan, Enji sering menghabiskan waktunya bersama Ara. Entah itu hanya sekedar menemani Ara menulis skripsinya di apartemennya atau hanya menemani Ara untuk makan bersama. Lucu juga, ketika melihat seorang teman yang bersikap terlalu dekat seperti yang terlihat antara Enji dengan Ara.
“Pie Apel?” Enji terkejut melihat makanan favoridnya dihidangkan di atas meja oleh Ara.
“Umm.. suka kan?” Ara tersenyum kecil melihat lelaki itu tertawa. ‘Bagaimana seorang Ara dengan cepat mengenal dirinya’ itulah kalimat yang terbesit dalam pikiran Enji. Enji merasa sikap Ara terlalu cepat akrab, seperti Ara seolah-olah adalah teman masa kecil Enji yang sangat akrab. Tanpa menunggu lama, Enji segera mencicipi Pie Apel yang dibuat sendiri oleh Ara.
“Lumayan.. Tapi,” Enji memotong ucapannya dan terlihat sedang berpikir sesuatu.
“Tapi kenapa?”
“Tapi.. Gue heran, kenapa Lo bisa bikin Pie seenak ini?”
“Hahaa..” Tawa bangga terlukis di raut Ara.

@@@

Hari ini adalah jadwal hari dimana Deva akan pulang dari Singapore. Dengan ditemani Enji, Ara menjemput Deva di bandara. Rasanya Ara sangat antusias, hingga satu jam sebelum jadwal kedatangan pesawat Deva, Ara sudah menunggu di kursi tunggu Bandara. Hingga akhirnya, seorang Deva yang ditunggunya muncul dengan membawa Koper hitam besar dan tas tangan besar yang di tumpuk di atas kopernya. Dengan langkah cepat, Ara menghampirinya dengan bibir  yang terus senyuman lebar. Deva merentangkan tangan menyambut Ara, Sebuah pelukan Rindu dari Ara menyambut Kepulangan Deva dari Singapore. Tak lupa, Deva mendaratkan sebuah kecupan manis pada dahi Ara yang tertutup poni.
“Rasanya 1 bulan sangat lama” Bisik Deva.
“Hmm.. Tapi gue seneng, akhirnya Lo pulang”
“Yaiyalah gue pulang.. Ngapain di Singapore lama-lama”
“Hay.. Deva! Gimana kabar Lo?”Sapa Enji yang mulai mendekat ke arah mereka.
“Cukup baik.. Thanks udah jagain Ara gue”
“Its Ok.. Asal bayarannya jangan lupa aja” Mereka tertawa sambil terus mengobrol ringan. Berjarak 10 menit, mereka memutuskan untuk mengantar Deva pulang ke Apartemennya, karena memang Deva membutuhkan istirahat dulu.

@@@

Di sebuah café yang sederhana namun cukup elit yang terletak di ujung jalan Apartemen Ara, terlihat Deva sedang asyik berbagi kisahnya selama di Singapore.
“ini apa’an?” Ucap Ara ketika mendapatkan Cinderamata dari Deva.
“Coklat!”
“jauh-jauh ke Singapore, cuma bawain coklat?”
“ Hahaa.. enggak lah” Deva tertawa melihat Ara yang sedikit kecewa. “Ini.. Jam tangan, ama patung miniatur  singa icon singapore”. Ara kembali tersenyum dan memeluk sekilas Deva yang berada disampingnya. Disaat mereka tengah asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar suara dari pangung mini café  yang tak asing untuk mereka.
“lagu ini.. gue persembahkan buat someone yang sangat penting bagi gue” Mulai teralun akustik gitar yang sangat indah.
“Enji?” Pekik Ara yang tak percaya. Lagu ‘Terlambat-Adera’ sukses Enji bawakan, membuat pengunjung café terpukau. Di akhir lagu, suara tepuk tangan pengunjung mengiringi langkah kakinya turun dari pangung.
“Bagus juga” Komentar Deva. Namun Ara terlihat sedikit panic, Ia yakin lagu yang Enji bawakan ditujukan padanya. Karena beberapa hari yang lalu, Enji tak sengaja mengungkapkan perasaan suka padanya, tapi Ara hanya menanggapinya sebagai candaan seorang teman. Dan Enji berkata, akan menyatakan perasaannya lagi di depan umum dan di depan Deva.
“Good Performance!” Ucap Deva ketika Enji mendekati meja mereka.
“Thanks.. Boleh gabung?”
“Tentu” Jawab Deva mempersilahkan Enji untuk duduk di kursi kosong sebelah Ara. Meja segiempat yang hanya berisi 4 kursi itu, kini hanya tingga kursi kosong yang berada di depan Ara. Kini posisi Ara terlihat di antara Deva dan Enji.
“Keren” komentar Ara sambil mencoba memberikan senyuman.

“Thanks” Mereka kembali asyik berbincang-bincang, hingga akhirnya Ara meminta Deva untuk mengantarnya pulang.

@@@ 

Deringan ponsel, memecah hening malam di Kamar Ara. Dengan segera, Ara membuka pesan yang masuk di inboxnya. “Enji?” Pekiknya melihat sebuah pesan singkat dikirim oleh Enji. ‘Aku sedang menunggumu di café ujung jalan Apartemenmu.. Aku harap kamu akan datang menemuiku’ . Tiba-tiba perasaan aneh muncul dibenak Ara. Ini kali pertama, Enji berbicara menggunakan bahasa ‘Aku, Kamu’ walaupun hanya tersirat lewat sms, Ara menanggapi akan ada hal penting yang disampaikan oleh Enji. Sekarang pukul 8 malam, café yang dimaksud Enji tidak cukup jauh, kira-kira 500 m dari Apartemennya. Ia segera menggenakan Jaketnya. Dan bergegas pergi untuk menemui Enji.
Terlihat dari balik kaca bening di depan café, Enji sedang duduk di sofa sambil bermain gitar di samping pangung. Ara berhenti sejenak, menatap Enji dengan tatapan rindu, seakan lama sekali Ia tidak melihat Enji. Senyuman mulai terlintas di bibirnya. Tak lupa, Ia mengabadikan moment itu dengan ponsel.

Setelah merasa puas menatap Enji, Ia mulai berjalan masuk ke dalam café.  Melihatnya sudah berada di ambang pintu masuk, Enji tersenyum lega. Mereka berdua duduk di kursi berhadapan di dekat kaca pintu depan tempat Ara mengamati Enji tadi. Dari situ, mereka bisa melihat suasana luar dari balik kaca bening.
“Jadi.. Apa kabar?” Sapa Enji membuka obrolan. Memang ketika Deva telah kembali dari Singapore, mereka hampir tidak pernah bertemu lagi.
“Baik.. Udah sebulan ini, kita gak ketemu..”
“Iya.. Gue kangen elo” Ucapan Enji otomatis membuat Ara menjadi salah tingkah. “Haha.. kamu tambah gendut aja”
“Hah? Masak sih?” Ara tersenyum melihat Enji tertawa.
“Gue mau ngomong sesuatu..”
“Apa?”
“Gue ikut program pengabdian”
“Yang mengabdian di desa terpencil, terpelosok, di luar pulau?”
“iya.. aku rasa jasa ku sangat dibutuhin di sana.” Enji terdiam sejenak dan melanjutkan ucapannya “Di sana gue gak bisa pakek ponsel, gak bisa akses internet, ngirim suratpun terkadang gak nyampek..”
“Berapa lama?”
“Belum pasti.. mungkin satu atau dua tahun”
“Kapan?” Ara yang tadi menundukan kepalanya, kini mengangkat kepalanya menata Enji dengan mata basah seakan terlihat akan menangis. “Kapan Berangkat?”
“Besok”
Ara mengela napas sebentar, air matanya berjatuhan dengan sendirinya.Ara menundukkan kepalanya, berharap Enji tidak melihat air matanya. Namun, posisi Enji yang duduk di depannya persis, dapat melihat dengan jelas Ara menangis. Enji hanya dapat terdiam, lalu menyodorkan sebuah sapu tangan. Ketika Sapu tangan yang di sodorkan Enji sampai di tangan Ara, tangisan Ara semakin jelas. Air matanya semakin deras berjatuhan. Ara menarik napas panjang berkali-kali, mulai menenangkan diri.
 “Lo ternyata masih inget? Reza!” Ara memandang Enji yang tersenyum kecil dihadapanya.
“ Gue gak pernah lupa” Enji mengenang masa lalunya, ketika masih SMA. Waktu itu Ia adalah siswa pindahan dari Sekolah music di Korea. Memang Ia adalah orang Indonesia. Namun ketika menginjak SMP, ia mengikuti orang tuanya yang mendapat tugas ke negeri ginseng. Karena keterbatasan bahasa, akhirnya orang tuanya memutuskan memasukkan ia ke sekolah music. Di sekolah music itu, Enji masih bisa mempelajari bahasa Indonesia, karena memang terdapat pelajaran khusus bahasa. Ketika menginjak kelas 2 SMA, bersama keluarga Ia kembali ke Indonesia. Dan ia bersekolah di SMA sama dengan Ara. Ketika ke Indonesia, Enji kembali menggunakan nama depannya ‘Reza’, namun ketika Ia lulus SMA, Ia kembali menggunakan nama kecilnya ‘Enji’. Hari awal Ia sekolah, seperti dugaannya ia di bully oleh teman-temannya. Setiap istirahat, Ia hanya akan pergi ke ruang music dan bermain beberapa alat music disana. Hingga, ketika pulang sekolah, segerombolan genk sekolah mengeroyoknya di belakang sekolah. Alasannya simple, mereka bilang Enji anak Sok, dan terlalu sombong tidak mau bergaul dengan yang lain. Saat itulah muncul seorang gadis berambut pendek sebahu, entah apa yang dikatakan gadis itu, tapi segerombolan laki-laki yang berjumlah 5 orang itu pergi. Gadis itu memberinya sapu tangannya untuk membersihkan darah di mukanya, dan mengantarkan Ia ke UKS.
“Makasih” Ucap Enji pada gadis itu, namun gadis itu hanya tersenyum dan memastikan Enji baik-baik saja. Hanya ucapan “cepat sembuh” dari bibir  gadis itu lalu Ia segera meninggalkan Enji di ruang UKS. Sejak saat itu, Ia selalu melihat gadis itu dari jauh. Dan Ia selalu mencari informasi tentang gadis itu. ‘Aratasya’ itu lah nama gadis itu.
“Reza!” Suara Ara membuyarkan lamunannya. Ara menatap wajah Enji dengan lekat. “Sorry.. Sebenernya, waktu Lo dikeroyok ama Brian –ketua genk- dan temen-temennya, itu karena gue..”
Enji dengan seksama mendengarkan cerita Ara. Dan menunggu kata-kata yang akan muncul dari mulut Ara lagi.
“Brian.. Dulu dia suka gue, tapi jelas gue gak suka dia.. Gue dulu suka ngeliat elo main music di Ruang music, gue suka ngeliatin elo dari jauh.. Hingga akhirnya Brian ngerasa kalau gue suka elo.. Maafin gue” Tangisan kembali mewarnai raut wajah Ara. Enji hanya terdiam melihat gadis di depannya menangis karena dia. Enji beranjak dari kursi dan mendekati Ara, Ia merangkul Ara, dan membiarkan gadis itu menangis dalam peluknya.

to be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar