Translate

Selasa, 16 Juli 2013

Setia Memilihmu part.1

Genre : cerpen, cerbung

Peluh terus menetes dari dahi seorang gadis yang tengah berdiri di bawah pohon yang tidak cukup besar menutupi tubuhnya dari sinar matahari. Gadis itu sering kali mengerakan kakinya, dan sesekali melihat ke arah jam tangan yang digenakannya. Berkali-kali pula gadis itu terlihat mengutak-atik HP touchscreen punyanya. Satu setengah jam berlalu, dan terlihat senyuman dibibirnya. Sebuah mobil Jazz putih berhenti di depannya, dengan sigap gadis itu masuk dalam mobil itu.
“Sorry Ra, gue tadi ada urusan mendadak.” Seru lelaki dalam mobil itu.
“It’s OK.. Yuk, berangkat” Jawab gadis yang kerap disapa Ara itu.
Mobil  itu pun melaju melintasi jalanan kota metropolitan yang padat akan kendaraan yang lalu lalang.

“Tadi ada urusan apa sih?” Tanya Ara serambi mengusap peluh didahinya dengan tissue.
“Tadi gak sengaja nyenggol mobil orang.. Agak ribut gitu.. Tapi udah kelar sih” Jawab lelaki yang bernama Deva.
“Lain kali hati-hati donk.. “
“Siap.. Sorry banget yaa.. Jadi bikin Lo nunggu sejam lebih”
“Gapapa.. Namanya juga musibah”
Mobil  itu terus melaju di jalan beraspal yang sudah panas tersengat sinar matahari dan sekitar satu jam perjalanan, akhirnya mobil itu parkir di sebuah Rumah Sakit Swasta yang cukup ternama.  Mereka berdua terlihat berjalan terburu-buru. Ara yang selalu berjalan di belakang Deva, berkali-kali harus berlari kecil agar dapat mengimbangi langkah Deva yang panjang dan cepat.
“Deva! Lo mau kemana? Kita udah telat sejam ni.. Langsung ke Dr.Irfan aja” Pekik Ara sambil mencoba menghentikan langkah Deva.
“ehm.. Sebenernya, jadwalnya udah gue lobby jadi jam 1 ntar..” Lirih Deva sambil menatap Ara.
“Hah? Kenapa gak bilang sih? Terus sekarang kita mau ngapain coba? Kalau jam 1, berarti masih sejam lagi..” protes Ara.
“Gue ada janji ama temen”
“Terus Gue?”
“Lo ikut lah.. Gue kan mau ngenalin elo”
“Ke sapa?”
“Udah.. Ikut aja..” Deva meraih tangan Ara dan menggenggamnya, sambil melanjutkan langkahnya. Mereka menuju sebuah kantin Rumah Sakit di pojok lantai dua. Deva menarik tangan Ara menuju arah seorang lelaki yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah keluar kaca.
“Enji.. Sorry telat” Sapa Deva yang telah berdiri di depan lelaki yang menggunakan seragam dokter.
“Gapapa.. Yuk duduk” Ucap Enji sambil mempersilahkan mereka duduk.
“Oya, ni kenalin, ” Deva memperkenalkan Ara pada teman yang tak lama ini Ia kenal.
“Aratasya.. Tapi panggil Ara aja” Ara mengulurkan tangannya.
“Enji” Dengan senyuman lebar, enji menyambut tangan Ara.
“Gue udah nemu tempat yang cocok buat Restaurant kita.. Tempatnya di jln.Sudirman, arah mau ke mall Nusa Gedhe.. Kemarin gue udah ketemu orang yang punya, harganya sebanding ama fasilitasnya sih.. Jadi udah ada Bangunan cukup gedhe, udah ada AC, 2 dapur.. Pokoknya lengkap, dulu bekas Restaurant Korea.. Ntar gue kasih alamatnya, kalau Lo udah setuju, gue tinggal calling ke yang punya, udah bisa langsung kita bloking  ” Ucap Enji yang disambut anggukan berkali-kali dari Deva.
“Boleh.. Soal chefnya gue udah dapet 3.. Cukup kan?” Timpal Deva semangat.
“Cukuplah.. Gue udah ada channel penyalur pramusaji yang oke, tinggal kita minta berapa aja langsung bisa dikirim orangnya..” Sambung Enji.
“Wah.. Lo udah professional banget.. Udah bisa cepet-cepet buka nih.. Sekarang kita bikin konsepan pengiklanannya”
“Iya.. Marketing itu penting banget..”Sahut enji, terdiam sejenak dan melempar pandangan kea rah gadis di sebelah Deva. “Ara.. Kok dari tadi diem.. Gimana menurut Lo?”
“Hehe Gue gak ngerti kalian ngomongin apaan” Jawab Ara lembut sambil mengaruk pelan pipi kanannya yang sebenarnya tidak gatal.
“Deva belum bilang ke Lo ya?”
“Udah kok.. Itu lo Ra.. Tentang Restaurant Itali.. Enji ini, partner buat bikin Restaurant Itali, yang dulu pernah gue ceritain”
“Oh.. Yang itu.. Gue setuju aja sih” Ara hanya tersenyum semringah.
Mereka mulai berbincang-bincang tentang konsepan Rastaurant Itali yang akan mereka buka. Sering kali tawa terlihat dari raut muka mereka. Sambil menikmati makanan kecil yang mereka pesan, terlihat mereka mulai akrab dan nyaman untuk berbicara. Waktu satu jam terasa sangat singkat untuk mereka.
“Wah.. Udah jam satu,, Enji.. Kita duluan ya..”pamit Ara sambil sedikit menyeret baju Deva untuk memberi tanda segera berdiri.
“Oke” Singkat Enji tersenyum.
Ara mulai pergi dari kantin, diikuti Deva dibelakangnya. Kini mereka berjalan beriringan. Deva menyesuaikan langkahnya dengan langkah Ara. Senyuman terus mengembang dibibir Ara sedangkan Deva hanya diam dan tersirat raut heran sambil memandangin wajah kekasihnya yang terus tersenyum.
“Kok Lo senyum-senyum terus sih? Ngeri deh”
“gak papa, pengen senyum aja” Jawab Ara, yang sebenarnya menyembunyikan rasa kagumnya akan kekasihnya. Deva, lelaki yang menjadi kekasihnya setahun yang lalu, kini hampir memiliki 3 Restaurant. Dan Restaurant Itali ini adalah keinginan Ara yang sebenarnya hanya iseng Ia utarakan pada Deva. Dan Ara sama sekali tidak mngira, Deva mengabulkan permintaannya. Deva, Seorang Mahasiswa Jurusan Manajeman Bisnis semester 6, telah berbisnis ketika mulai menginjakan kakinya di Universitas. Awalnya, Ia meneruskan usaha Restaurant Seafood milik kakaknya, dan setahun kemudian Ia mendirikan Restaurant Jepang miliknya sendiri.

@@@

                Setelah melakukan pemeriksaan oleh Dr.Irfan, ternyata dugaan Ara terbukti. Kegiatan Deva yang terlalu padat, membuatnya kurang tidur dan menjalani pola makan tak teratur. Itulah penyebab Deva terlihat pucat dan sering tertidur di kelas ketika kuliah. Deva memang tipe orang yang tidak ingin menyusahkan orang lain, termasuk kekasihnya sendiri. Ketika sakit, dia lebih memilih diam saja, dan menyembunyikannya dari Ara. Namun Ara adalah seorang wanita yang peka, ketika terlihat hal aneh pada kekasihnya, segera Ia membuat jadwal dengan Dr.Irfan yang menjadi dokter Deva sejak dulu. Setelah mengambil obat diapotik, Mereka memutuskan untuk pergi ke Restaurant Jepang milik Deva.
“Obatnya cuma vitamin kok, tenang aja.. Pokoknya kali ini obatnya harus abis” Pinta Ara yang duduk di kursi penumpang sebelah Deva yang sedang menyetir mobilnya.
“Iya Tuan Putri..” Ucap Deva lembut.
“Nanti ke Restaurant makan doank, habis itu langsung pulang aja ya.. Istirahat dulu, bolos kuliah aja”
“Wah.. Padahal, nanti sore ada jadwal meeting ama klien”
“Klien apa? Gak bisa dibatalin?”
“Sebenernya Bisa sih”
“ya Udah, gak usah.. Batalin aja”
“siap!”
Entah kenapa, sikap keras kepala Deva tiba-tiba menghilang ketika mendengar kata-kata yang muncul itu dari bibir Ara. Ara, seorang mahasiswi semester 6, jurusan Ilmu Komunikasi itu telah membuat beberapa perubahan pada diri Deva.  Seorang Deva yang berambisi dalam karir, kini mulai memikirkan kehidupannya yang lain berkat munculnya Ara dalam hidupnya. Seorang Deva yang bersikap keras kepala, ketika berhadapan dengan Ara, sikap itu tiba-tiba lenyap. Seorang Deva kini selalu tersenyum ketika berada di dekat Ara. Memang mereka bukanlah teman sekampus, mereka dari kampus yang berbeda. Hanya saja, takdir telah mempertemukan mereka. Ketika Deva mengalami masa sulit saat berkarir, saat itulah muncul seorang Aratasya yang membantunya untuk bangkit dan membantunya untuk tersenyum kembali.
“Dulu.. Setahun yang lalu, ada seorang cewek nangis di meja ini”
“Udahlah.. jangan dibahas..” terlihat muka Ara malu jika Deva mulai meledeknya tentang awal pertemuan mereka.
Andai dulu Lo gak bilang, kalau masakan di restaurant ini adalah salah satu sumber penyeka lara dalam hidup Lo, pasti gue udah tutup restaurant ini dari setahun yang lalu” Batin Deva yang terus menatap Ara yang tengah menikmati ramen di depannya.
Waktu terus berlari tanpa henti, hari-hari Ara terus berlanjut sebagai kekasih seorang mahasiswa Manajemen bisnis, yang sudah mulai berbisnis sekaligus sudah menitih karir di dunia infotaimen. Ara menjalani status sebagai kekasih Deva tanpa diketahui oleh umum. Ya.. Deva sengaja menyembunyikan Ara dari paparazzi. Ara tak terlalu memperdulikan itu, baginya membuat Deva  bahagia itu sudah cukup membuat Ara ikut bahagia.
Hari terlihat cerah, terlihat sang mentari terlalu bersemangat menyinari bumi, namun hari ini dapat dikatakan sebagai hari sial untuk Ara. Tugas susulan yang ia telah buat selama satu bulan rusak berkat air hujan yang membasahinya sehari sebelum batas waktu pengumpulan tugas susulan tersebut. Memang dapat di cetak ulang, namun setidaknya terdapat beberapa bukti asli secara tertulis dari perusahaan redaksi sebagai pelengkap tugasnya. Dalam sehari rasanya mustahil untuknya untuk menyelesaikan tugasnya. Hilang  sudah semangat Ara menimba ilmu di hari ini.

“ya udah.. Semester depan, gue ngulang lagi” Pasrah Ara sehabis menemui dosen yang bersangkutan. Mood yang buruk di hari ini, membuatnya malas untuk mengikuti kuliah. Ini bukan kali pertama Ara tidak mengikuti perkuliahan, namun biasanya memang terjadi hal-hal yang sangat penting yang membuatnya harus membolos dan ini kali pertama Ia tidak mengikuti perkuliahan karena Mood buruk. Berkali-kali Ara mencoba menghubungi kekasihnya, ingin meluapkan segala keluh kesalnya, namun nihil. Nomer Deva tak dapat di hubungi, pesan singkat yang dikirim belum tercantum laporan atau biasa kita sebut ‘pending’. Dengan menghela napas panjang Ara melangkahkan kakinya menuju jalan keluar area kampus. Ketika melewati taman depan gerbang utama kampus, tak sengaja mata Ara menangkap bayangan seorang lelaki yang tengah duduk di bawah pohon. Lelaki tersebut duduk di rumput tanpa menggunakan alas dan menghadap danau yang menjadi pemisah antara tempat lelaki tersebut duduk dengan gedung tempat Ara menimba ilmu sehari-harinya. Lelaki itu tak asing untuknya.

to be continue....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar