Peluh terus
menetes dari dahi seorang gadis yang tengah berdiri di bawah pohon yang tidak
cukup besar menutupi tubuhnya dari sinar matahari. Gadis itu sering kali
mengerakan kakinya, dan sesekali melihat ke arah jam tangan yang digenakannya.
Berkali-kali pula gadis itu terlihat mengutak-atik HP touchscreen punyanya.
Satu setengah jam berlalu, dan terlihat senyuman dibibirnya. Sebuah mobil Jazz
putih berhenti di depannya, dengan sigap gadis itu masuk dalam mobil itu.
“Sorry Ra, gue tadi ada urusan
mendadak.” Seru lelaki dalam mobil itu.
“It’s OK.. Yuk, berangkat” Jawab
gadis yang kerap disapa Ara itu.
Mobil itu pun melaju melintasi jalanan kota
metropolitan yang padat akan kendaraan yang lalu lalang.
“Tadi ada urusan apa sih?” Tanya
Ara serambi mengusap peluh didahinya dengan tissue.
“Tadi gak sengaja nyenggol mobil
orang.. Agak ribut gitu.. Tapi udah kelar sih” Jawab lelaki yang bernama Deva.
“Lain kali hati-hati donk.. “
“Siap.. Sorry banget yaa.. Jadi bikin Lo nunggu sejam lebih”
“Siap.. Sorry banget yaa.. Jadi bikin Lo nunggu sejam lebih”
“Gapapa.. Namanya juga musibah”
Mobil itu terus melaju di jalan beraspal yang sudah
panas tersengat sinar matahari dan sekitar satu jam perjalanan, akhirnya mobil
itu parkir di sebuah Rumah Sakit Swasta yang cukup ternama. Mereka berdua terlihat berjalan terburu-buru.
Ara yang selalu berjalan di belakang Deva, berkali-kali harus berlari kecil
agar dapat mengimbangi langkah Deva yang panjang dan cepat.
“Deva! Lo mau kemana? Kita udah
telat sejam ni.. Langsung ke Dr.Irfan aja” Pekik Ara sambil mencoba
menghentikan langkah Deva.
“ehm.. Sebenernya, jadwalnya udah
gue lobby jadi jam 1 ntar..” Lirih Deva sambil menatap Ara.
“Hah? Kenapa gak bilang sih? Terus
sekarang kita mau ngapain coba? Kalau jam 1, berarti masih sejam lagi..” protes
Ara.
“Gue ada janji ama temen”
“Terus Gue?”
“Lo ikut lah.. Gue kan mau
ngenalin elo”
“Ke sapa?”
“Udah.. Ikut aja..” Deva meraih
tangan Ara dan menggenggamnya, sambil melanjutkan langkahnya. Mereka menuju
sebuah kantin Rumah Sakit di pojok lantai dua. Deva menarik tangan Ara menuju
arah seorang lelaki yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah keluar
kaca.
“Enji.. Sorry telat” Sapa Deva
yang telah berdiri di depan lelaki yang menggunakan seragam dokter.
“Gapapa.. Yuk duduk” Ucap Enji
sambil mempersilahkan mereka duduk.
“Oya, ni kenalin, ” Deva memperkenalkan
Ara pada teman yang tak lama ini Ia kenal.
“Aratasya.. Tapi panggil Ara aja”
Ara mengulurkan tangannya.
“Enji” Dengan senyuman lebar, enji
menyambut tangan Ara.
“Gue udah nemu tempat yang cocok
buat Restaurant kita.. Tempatnya di jln.Sudirman, arah mau ke mall Nusa Gedhe..
Kemarin gue udah ketemu orang yang punya, harganya sebanding ama fasilitasnya
sih.. Jadi udah ada Bangunan cukup gedhe, udah ada AC, 2 dapur.. Pokoknya
lengkap, dulu bekas Restaurant Korea.. Ntar gue kasih alamatnya, kalau Lo udah setuju,
gue tinggal calling ke yang punya, udah bisa langsung kita bloking ” Ucap Enji yang disambut anggukan
berkali-kali dari Deva.
“Boleh.. Soal chefnya gue udah
dapet 3.. Cukup kan?” Timpal Deva semangat.
“Cukuplah.. Gue udah ada channel
penyalur pramusaji yang oke, tinggal kita minta berapa aja langsung bisa
dikirim orangnya..” Sambung Enji.
“Wah.. Lo udah professional
banget.. Udah bisa cepet-cepet buka nih.. Sekarang kita bikin konsepan
pengiklanannya”
“Iya.. Marketing itu penting
banget..”Sahut enji, terdiam sejenak dan melempar pandangan kea rah gadis di
sebelah Deva. “Ara.. Kok dari tadi diem.. Gimana menurut Lo?”
“Hehe Gue gak ngerti kalian
ngomongin apaan” Jawab Ara lembut sambil mengaruk pelan pipi kanannya yang
sebenarnya tidak gatal.
“Deva belum bilang ke Lo ya?”
“Udah kok.. Itu lo Ra.. Tentang
Restaurant Itali.. Enji ini, partner buat bikin Restaurant Itali, yang dulu
pernah gue ceritain”
“Oh.. Yang itu.. Gue setuju aja
sih” Ara hanya tersenyum semringah.
Mereka mulai berbincang-bincang
tentang konsepan Rastaurant Itali yang akan mereka buka. Sering kali tawa
terlihat dari raut muka mereka. Sambil menikmati makanan kecil yang mereka
pesan, terlihat mereka mulai akrab dan nyaman untuk berbicara. Waktu satu jam
terasa sangat singkat untuk mereka.
“Wah.. Udah jam satu,, Enji.. Kita
duluan ya..”pamit Ara sambil sedikit menyeret baju Deva untuk memberi tanda
segera berdiri.
“Oke” Singkat Enji tersenyum.
Ara mulai pergi dari kantin,
diikuti Deva dibelakangnya. Kini mereka berjalan beriringan. Deva menyesuaikan
langkahnya dengan langkah Ara. Senyuman terus mengembang dibibir Ara sedangkan
Deva hanya diam dan tersirat raut heran sambil memandangin wajah kekasihnya
yang terus tersenyum.
“Kok Lo senyum-senyum terus sih?
Ngeri deh”
“gak papa, pengen senyum aja”
Jawab Ara, yang sebenarnya menyembunyikan rasa kagumnya akan kekasihnya. Deva,
lelaki yang menjadi kekasihnya setahun yang lalu, kini hampir memiliki 3 Restaurant.
Dan Restaurant Itali ini adalah keinginan Ara yang sebenarnya hanya iseng Ia
utarakan pada Deva. Dan Ara sama sekali tidak mngira, Deva mengabulkan
permintaannya. Deva, Seorang Mahasiswa Jurusan Manajeman Bisnis semester 6, telah
berbisnis ketika mulai menginjakan kakinya di Universitas. Awalnya, Ia
meneruskan usaha Restaurant Seafood milik kakaknya, dan setahun kemudian Ia
mendirikan Restaurant Jepang miliknya sendiri.
@@@
Setelah
melakukan pemeriksaan oleh Dr.Irfan, ternyata dugaan Ara terbukti. Kegiatan
Deva yang terlalu padat, membuatnya kurang tidur dan menjalani pola makan tak
teratur. Itulah penyebab Deva terlihat pucat dan sering tertidur di kelas
ketika kuliah. Deva memang tipe orang yang tidak ingin menyusahkan orang lain,
termasuk kekasihnya sendiri. Ketika sakit, dia lebih memilih diam saja, dan
menyembunyikannya dari Ara. Namun Ara adalah seorang wanita yang peka, ketika
terlihat hal aneh pada kekasihnya, segera Ia membuat jadwal dengan Dr.Irfan
yang menjadi dokter Deva sejak dulu. Setelah mengambil obat diapotik, Mereka
memutuskan untuk pergi ke Restaurant Jepang milik Deva.
“Obatnya cuma vitamin kok, tenang
aja.. Pokoknya kali ini obatnya harus abis” Pinta Ara yang duduk di kursi
penumpang sebelah Deva yang sedang menyetir mobilnya.
“Iya Tuan Putri..” Ucap Deva
lembut.
“Nanti ke Restaurant makan doank,
habis itu langsung pulang aja ya.. Istirahat dulu, bolos kuliah aja”
“Wah.. Padahal, nanti sore ada
jadwal meeting ama klien”
“Klien apa? Gak bisa dibatalin?”
“Sebenernya Bisa sih”
“Sebenernya Bisa sih”
“ya Udah, gak usah.. Batalin aja”
“siap!”
Entah kenapa, sikap keras kepala
Deva tiba-tiba menghilang ketika mendengar kata-kata yang muncul itu dari bibir
Ara. Ara, seorang mahasiswi semester 6, jurusan Ilmu Komunikasi itu telah
membuat beberapa perubahan pada diri Deva.
Seorang Deva yang berambisi dalam karir, kini mulai memikirkan
kehidupannya yang lain berkat munculnya Ara dalam hidupnya. Seorang Deva yang
bersikap keras kepala, ketika berhadapan dengan Ara, sikap itu tiba-tiba
lenyap. Seorang Deva kini selalu tersenyum ketika berada di dekat Ara. Memang
mereka bukanlah teman sekampus, mereka dari kampus yang berbeda. Hanya saja,
takdir telah mempertemukan mereka. Ketika Deva mengalami masa sulit saat
berkarir, saat itulah muncul seorang Aratasya yang membantunya untuk bangkit dan
membantunya untuk tersenyum kembali.
“Dulu.. Setahun yang lalu, ada
seorang cewek nangis di meja ini”
“Udahlah.. jangan dibahas..”
terlihat muka Ara malu jika Deva mulai meledeknya tentang awal pertemuan
mereka.
“Andai dulu Lo gak bilang, kalau masakan di restaurant ini adalah salah
satu sumber penyeka lara dalam hidup Lo, pasti gue udah tutup restaurant ini
dari setahun yang lalu” Batin Deva yang terus menatap Ara yang tengah
menikmati ramen di depannya.
Waktu terus
berlari tanpa henti, hari-hari Ara terus berlanjut sebagai kekasih seorang
mahasiswa Manajemen bisnis, yang sudah mulai berbisnis sekaligus sudah menitih
karir di dunia infotaimen. Ara menjalani status sebagai kekasih Deva tanpa
diketahui oleh umum. Ya.. Deva sengaja menyembunyikan Ara dari paparazzi. Ara
tak terlalu memperdulikan itu, baginya membuat Deva bahagia itu sudah cukup membuat Ara ikut
bahagia.
Hari terlihat
cerah, terlihat sang mentari terlalu bersemangat menyinari bumi, namun hari ini
dapat dikatakan sebagai hari sial untuk Ara. Tugas susulan yang ia telah buat
selama satu bulan rusak berkat air hujan yang membasahinya sehari sebelum batas
waktu pengumpulan tugas susulan tersebut. Memang dapat di cetak ulang, namun
setidaknya terdapat beberapa bukti asli secara tertulis dari perusahaan redaksi
sebagai pelengkap tugasnya. Dalam sehari rasanya mustahil untuknya untuk
menyelesaikan tugasnya. Hilang sudah
semangat Ara menimba ilmu di hari ini.
“ya udah.. Semester depan, gue
ngulang lagi” Pasrah Ara sehabis menemui dosen yang bersangkutan. Mood yang
buruk di hari ini, membuatnya malas untuk mengikuti kuliah. Ini bukan kali
pertama Ara tidak mengikuti perkuliahan, namun biasanya memang terjadi hal-hal
yang sangat penting yang membuatnya harus membolos dan ini kali pertama Ia
tidak mengikuti perkuliahan karena Mood buruk. Berkali-kali Ara mencoba
menghubungi kekasihnya, ingin meluapkan segala keluh kesalnya, namun nihil.
Nomer Deva tak dapat di hubungi, pesan singkat yang dikirim belum tercantum
laporan atau biasa kita sebut ‘pending’. Dengan menghela napas panjang Ara
melangkahkan kakinya menuju jalan keluar area kampus. Ketika melewati taman
depan gerbang utama kampus, tak sengaja mata Ara menangkap bayangan seorang
lelaki yang tengah duduk di bawah pohon. Lelaki tersebut duduk di rumput tanpa
menggunakan alas dan menghadap danau yang menjadi pemisah antara tempat lelaki
tersebut duduk dengan gedung tempat Ara menimba ilmu sehari-harinya. Lelaki itu
tak asing untuknya.
to be continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar