Translate

Minggu, 21 Juli 2013

Setia Memilihmu part.2

Genre : Cerpen, Cerbung


Ketika melewati taman depan gerbang utama kampus, tak sengaja mata Ara menangkap bayangan seorang lelaki yang tengah duduk di bawah pohon. Lelaki tersebut duduk di rumput tanpa menggunakan alas dan menghadap danau yang menjadi pemisah antara tempat lelaki tersebut duduk dengan gedung tempat Ara menimba ilmu sehari-harinya. Lelaki itu tak asing untuknya.
 Berlahan Ara mendekat untuk meyakinkan dirinya. Senyuman kecil terlihat di bibir Ara, menandakan apa yang diduga-duganya adalah benar.

“Hey.. Dokter.. Ngapain di sini?” Sapa Ara yang langsung duduk disebelah lelaki itu.
“eh, Ara..   Gue tadi ada urusan”
“Ada waktu gak?”
“Hah?”
“Hari ini ada acara gak?”
“Ouh.. Ehmm.. Kayaknya Free sih”
“Ikut gue yuk” Ara berdiri menarik lengan Enji, lelaki yang sedang menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa kedokteran semester 6, satu universitas dengan Deva  itu hanya pasrah melihat perlakuan Ara padanya.
“Kita mau kemana sih?” Tanya Enji yang masih terlihat seperti diseret oleh Ara. Mereka menuju Gerbang utama universitas, yang merupakan jalan keluar dari area kampus.
“Ke Luar.. Gue pengen pergi Holiday”
“Kenapa gak naik mobil gue aja?”
“Lo bawa mobil? Kenapa gak bilang? Yuk.. Mobil Lo parkir dimana?”
“Di parkiran deket Gedung Hukum” Pekik Enji sambil menunjuk ke arah gedung tak jauh dari tempat mereka berdiri.

                Mobil Enji mulai melaju keluar dari area kampus. Ara yang duduk di kursi sebelah Enji terlihat masih suntuk akan kejadian yang dialaminya hari ini.
“Jadi, kita mau pergi kemana?” Enji membuka percakapan.
“Ehm…. Pantai.”
“Hah? Jauh banget.. Dari sini, paling gak butuh waktu 4 jam”
“Terus?”
“ya terus jauh! yang deket-deket aja lah.. gue lagi gak mood nih”
“Ya udah, turunin gue di halte depan, gue mau berangkat sendiri aja”
“Ehm, kok gak ngajak Deva?”
“Deva lagi sibuk shooting film perdananya, kemarin berangkat ke karimunjawa”
“Karimanjawa, Jawa Tengah? Jauh banget”
“Intinya Lo mau nganterin gue gak? Kalau gak turunin depan aja.. Gue lagi suntuk banget, pengen ke pantai” Ara selalu menghela napas panjang di setiap perkataanya.
“Bahaya! Seorang cewek berangkat ke pantai sendirian”
“Jadi, Lo mau nganterin?”
“Ya.. itung-itung mau nyari pahala lah”
“Thanks yaa…"

Muka suntuk Ara mulai sedikit berubah berkat Enji. Selama perjalanan yang akan menghabiskan waktu selama 4 jam, mereka berbincang-bincang banyak hal. Berkali-kali mereka terlihat berdebat ringan, saling melempar pukulan pelan, tertawa riang dan berteriak-teriak tak jelas.
“Hah!! Jadi Deva dulu jadi figuran tukang bakso???” Enji terlihat terkejut sambil menahan tawa.
“Iya.. Dia selama ini masih jadi figuran di sinetron.. jadi bodyguard, jadi selingkuhan, Temen pemeran utama, orang ketiga, sampek pernah kemarin jadi pengamen jalanan gitu..”
“Hahaa.. Terus terus?” Tampak Enji sangat bersemangat mendengarkan cerita Ara.
“Ya selama ini sih, jadi figuran sinetron striping ama sinetron one shot aja,, ini film perdananya jadi gue ngalah dulu lah”
“Hahaa..”
                Perjalanan selama 4 jam akhirnya terlewati. Ara membuka jendela mobil dan Angin pantai sudah mulai menyapanya. Mulai terlihat hamparan laut dari kaca depan mobil. Mobilpun akhirnya menepi dan parkir di area pasir pantai.
“Pantaaaiiiiii!!!!” Teriak Ara sambil berlari ke arah tepi pantai. Berlahan Enji mengikuti langkah Ara menuju ke tepi pantai. Enji sengaja mengajak Ara ke area pantai yang sepi dari pengunjung, agar mereka berdua dengan leluasa membuang semua penatnya di hari ini. Mereka berdua berjalan di tepi pantai sambil menikmati angin pantai yang lembut di sore hari.
“Thanks ya”
“Buat?” Enji memalingkan muka ke Ara, menunggu jawaban yang akan diberikan ke Ara.
“Untuk hari ini” Senyuman tergambar jelas di muka Ara. Mereka duduk di pasir putih sambil menikmati suasana sunset berdua.
“Hahaa” Tawa kecil menghias raut Enji yang terlihat sangat senang.
“Wah,!” Sentak Ara.
“Kenapa?”
“Sahabat pena ku ngirim puisi keren deh..”
“Sahabat Pena?”
“Iya.. Dari SMA, aku punya sahabat pena.. Kita saling menulis e-mail gitu”
“Oh ya,”
“Dengerin nih ‘sinar beningnya cahaya rembulan, kan terlihat benderang saat kau tersenyum. Bagaikan angin malam tanpa mendung menghujan awan’
“Wah.. Puitis banget” Komentar Enji tersenyum.
“Namanya ANG.. kalau kata Deva sih secret admirer.. :D”
“Emang masih jaman Secret Admirer sekarang?”
“hahaa.. gak tau, yang jelas dia baik banget, walaupun email sering gak gue bales, tetep aja dia rajin ngirim email ke gue..”
“Ehmm” Enji hanya berdehem mendengar cerita Ara yang semakin panjang dan berantusias. 

Mereka menikmati sunset dengan Ara yang masih bercerita tentang Secret Admirernya. Waktu semakin berlalu, Sebelum Ara bercerita semakin lama, Enji memutuskan mengajaknya makan dahulu. Karna memang waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Setelah menyusuri deretan kios rumah makan di pesisir pantai, mereka memutuskan memilih makan malam seafood –Memang sebenarnya semua deretan kios menyediakan menu seafood- di Restaurant sederhana namun nyaman. Setelah memesan beberapa menu, mereka melanjutkan mengobrol. Kali ini topiknya berganti mengenai Deva, bukan lagi secret admirer Ara.
“Jadi, kalian ketemu di supermarket?” Pekik Ara menahan senyuman ketika mendengar cerita pertemuan pertama Enji dengan Deva.
“Iya.. waktu itu, gue lupa gak bawa dompet.. tiba-tiba Deva muncul, dan bayarin belanjaan gue..”
“Wow.. seperti Dewa penolong..”
“Terus Ra, lo sendiri gimana awal ketemu ama Deva?”
“Ehmm.. sebenernya rada ajaib sih.. Jadi gue kan suka makan masakan jepang, waktu itu gue makan di restaurant Deva..” Ara terdiam sejenak terlihat seperti memikirkan sesuatu lalu melanjutkan ceritanya. “Kebetulan gue ada masalah, pas gue makan di restaurant Deva, tiba-tiba gue nangis, terus Deva dateng, dia panic gitu, gue gak tau kalau Deva owner sekaligus managernya.. Ya, dari situ sih..” Ara mengakhiri ceritanya sambil tertawa renyah. Memang pertemuan yang unik.

Mereka terus mengobrol hingga tak sadarkan hari sudah larut malam. Apa boleh buat, mereka terpaksa bermalam di penginapan terdekat, namun tentu saja mereka berbeda kamar. Di homestay yang sama, mereka sibuk mengurung diri di kamar masing-masing. Ara yang sedang mengobrol dengan Deva melalui ponsel, dan Enji yang sibuk mengutak-atik tap nya yang selalu Ia bawa kemanapun Ia pergi.
“Ya Besok balik” Ara mendesah.
“Iya Deva.. tenang aja, gue bakal selamat sampai rumah tanpa ada yang kurang”Ucap Ara yang terus menyakinkan kekasihnya, bahwa Ia dalam kondisi baik-baik saja.

@@@

Awan hitam menyelimuti langit yang seakan muram untuk menampilkan senyumnya. Pagi yang mendung disambut senyuman ceria dari Ara yang memang hari ini adalah hari yang paling Ia tunggu. Yudisium.. ya, pelaporan nilai dari kuliah yang jalani di semester 6 ini akan segera muncul.
“Yess!!” Sorak Ara ketika mendapati nilainya memuaskan. Bukan hanya memuaskan, tapi sangat memuaskan. Bisa dibilang, prestasinya meningkat. Tak ada mata kuliah yang mengulang, dan nilai terendahnya adalah BC, itupun hanya 1 mata kuliah.
“Berarti tugas kemarin, dimaafin ama Dosennya?” Ucap Deva yang memang sedang duduk bersila di samping Ara sejak tadi.
 “um..” Ara mengangguk sambil menunjuk ke layar laptopnya. “Ini.. nilai BC! Andai tugasnya dulu gak rusak, pasti nilai gue A..”
“Terus nilai Lo gimana?” Tambah Ara sambil melempar tatapan Deva. “Kalau gak salah Yudisiumnya kemarin kan?”
“Ini gue barusan liat” Deva yang dari tadi mengutak-atik ponselnya, ternyata baru saja membuka web-akademik miliknya. “Lumayan” tambahnya sambil menyodorkan ponsel ke arah Ara.
“Wah. 3,85! Lumayan.” Suara Ara terdengar datar, karena memang tak aneh lagi jika IP yang didapat kekasihnya tinggi. Sedangkan dia, yang hanya mahasiswa biasa-biasa saja mendapat IP  3,40 itu sudah sangat bagus untuknya. Tak lupa Ara menyempatkan mengirim pesan singkat pada Enji, yang hari ini juga hari yudisiumnya. Hanya selang satu menit, ponsel Ara berdering. Pesan balasan Enji tertera di layar ponselnya. “Lumayan.. seperti semester lalu 3,65. Lo gimana?” . Dan tak menunggu lama, Ara membalas pesan singkat dari Enji.
“Huuft.. ternyata Enji cerdas” Guman Ara yang kembali menatap layar laptop didepannya.
“That Right! Untuk mahasiswa kedokteran, dia diatas rata-rata” Komentar Deva yang meletakkan sikunya di meja, sambil menghadap ke Ara yang terlihat murung. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Ara, terlihat sangat jelas dari wajahnya. Ara kecewa!
“Aku laper.. Ada makanan gak?” Deva mulai mencairkan suasana, berharap agar kekasihnya tidak terlalu lama merenung akan IP yang didapatnya. Namun Ara hanya mengeleng dan masih terpaku pada layar laptop didepannya.
“Yukk keluar.. Gue pengen makan sesuatu yang manis” Deva bangkit dan mengenakan jaketnya.
“Pie Apel!” Celetuk Ara yang mendadak berekspresi sumringah. Ia segera merapikan mejanya dan bergegas mengambil Tas dikamarnya. Tak lama, mereka keluar dari Apartemen Ara. Ya.. Apartemen, namun bisa dibilang Rumah susun elit untuk mahasiswa. Ara yang merupakan mahasiswi perantauan dari luar kota, membuat dirinya harus menyewa tempat tinggal. Kost menurutnya terlalu sempit dan tidak nyaman, sedangkan Rumah kontrakan terlalu besar untuknya, hingga akhirnya Ia menyewa Apartemen untuk mahasiswa. Apartemen itu tidak terlalu besar, hanya ada 4 ruang, Ruang tidur, Kamar mandi,Ruang untuk dapur+tempat makan, dan Ruang menonton TV, yang merangkap untuk menerima tamu. Apartemennya sudah dilengkapi perlengkapan rumah tangga, AC dan Interkom. Itulah kenapa bisa dibilang Apartemennya adalah tempat tinggal elit untuk Mahasiswa.

@@@

“Jadi.. Ini Apartemen Lo?” Ucap Enji yang masih memandang sekeliling Ruang Ia duduk bersila pada karpet di depan televisi.
“Umm” Angguk Ara yang sibuk memandang Raut Enji yang masih mengamati Ruang Apartemennya.
“Desainnya kayak Apartemen di Korea deh”
“Emang yang punya Orang Korea kok, tapi gue nyaman tinggal disini”
Enji hanya menganggukan kepalanya. “Emang Lo bisa maen gitar?” Ucap Enji ketika mendapati di sebelah sofa berwarna putih terdapat gitar akustik yang disandarkan pada tembok.
“Itu punya Deva kok.. Pakek aja” Ara segera berdiri, mengambil gitar Diva dan menyerahkan ke Enji.
“Mau Request lagu gak?” Tawaran Enji yang mencoba memainkan nada dari senar gitar di tangannya.
“Ehm.. Gak deh” jawab Ara sambil mengukir senyuman di bibirnya.
Jemari Enji mulai menari di senar gitar. Mulai terdengar teralun lembut Nada alunan akunstik yang rapi memenuhi Ruang Apartemen Ara.


 Tak lama, akustik permainan gitar Enji menjadi Lagu dari Adera “Lebih Indah”. Enji bernyanyi dengan diiringimusik  gitar akustik yang dimainkan  sendiri. Sepertinya Ia mearasemen lagu itu sendiri. Suara Enji memang sangat Indah, dan permainana gitar Enji yang rapi sukses membuat Ara terpukau.

to be continue...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar