Genre : Cerpen, Cerbung
Ketika melewati taman depan
gerbang utama kampus, tak sengaja mata Ara menangkap bayangan seorang lelaki
yang tengah duduk di bawah pohon. Lelaki tersebut duduk di rumput tanpa
menggunakan alas dan menghadap danau yang menjadi pemisah antara tempat lelaki
tersebut duduk dengan gedung tempat Ara menimba ilmu sehari-harinya. Lelaki itu
tak asing untuknya.
Berlahan Ara mendekat untuk meyakinkan
dirinya. Senyuman kecil terlihat di bibir Ara, menandakan apa yang
diduga-duganya adalah benar.
“Hey.. Dokter.. Ngapain di sini?”
Sapa Ara yang langsung duduk disebelah lelaki itu.
“eh, Ara.. Gue tadi ada urusan”
“Ada waktu gak?”
“Hah?”
“Hari ini ada acara gak?”
“Ouh.. Ehmm.. Kayaknya Free sih”
“Ikut gue yuk” Ara berdiri menarik lengan Enji, lelaki yang sedang menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa kedokteran semester 6, satu universitas dengan Deva itu hanya pasrah melihat perlakuan Ara padanya.
“Ouh.. Ehmm.. Kayaknya Free sih”
“Ikut gue yuk” Ara berdiri menarik lengan Enji, lelaki yang sedang menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa kedokteran semester 6, satu universitas dengan Deva itu hanya pasrah melihat perlakuan Ara padanya.
“Kita mau kemana sih?” Tanya Enji
yang masih terlihat seperti diseret oleh Ara. Mereka menuju Gerbang utama
universitas, yang merupakan jalan keluar dari area kampus.
“Ke Luar.. Gue pengen pergi
Holiday”
“Kenapa gak naik mobil gue aja?”
“Lo bawa mobil? Kenapa gak bilang?
Yuk.. Mobil Lo parkir dimana?”
“Di parkiran deket Gedung Hukum”
Pekik Enji sambil menunjuk ke arah gedung tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Mobil
Enji mulai melaju keluar dari area kampus. Ara yang duduk di kursi sebelah Enji
terlihat masih suntuk akan kejadian yang dialaminya hari ini.
“Jadi, kita mau pergi kemana?”
Enji membuka percakapan.
“Ehm…. Pantai.”
“Hah? Jauh banget.. Dari sini,
paling gak butuh waktu 4 jam”
“Terus?”
“ya terus jauh! yang deket-deket aja lah.. gue lagi gak mood nih”
“Ya udah, turunin gue di halte depan, gue mau berangkat sendiri aja”
“ya terus jauh! yang deket-deket aja lah.. gue lagi gak mood nih”
“Ya udah, turunin gue di halte depan, gue mau berangkat sendiri aja”
“Ehm, kok gak ngajak Deva?”
“Deva lagi sibuk shooting film perdananya, kemarin berangkat ke karimunjawa”
“Karimanjawa, Jawa Tengah? Jauh banget”
“Intinya Lo mau nganterin gue gak? Kalau gak turunin depan aja.. Gue lagi suntuk banget, pengen ke pantai” Ara selalu menghela napas panjang di setiap perkataanya.
“Deva lagi sibuk shooting film perdananya, kemarin berangkat ke karimunjawa”
“Karimanjawa, Jawa Tengah? Jauh banget”
“Intinya Lo mau nganterin gue gak? Kalau gak turunin depan aja.. Gue lagi suntuk banget, pengen ke pantai” Ara selalu menghela napas panjang di setiap perkataanya.
“Bahaya! Seorang cewek berangkat
ke pantai sendirian”
“Jadi, Lo mau nganterin?”
“Ya.. itung-itung mau nyari pahala lah”
“Jadi, Lo mau nganterin?”
“Ya.. itung-itung mau nyari pahala lah”
“Thanks yaa…"
Muka suntuk Ara mulai sedikit
berubah berkat Enji. Selama perjalanan yang akan menghabiskan waktu selama 4
jam, mereka berbincang-bincang banyak hal. Berkali-kali mereka terlihat
berdebat ringan, saling melempar pukulan pelan, tertawa riang dan
berteriak-teriak tak jelas.
“Hah!! Jadi Deva dulu jadi figuran
tukang bakso???” Enji terlihat terkejut sambil menahan tawa.
“Iya.. Dia selama ini masih jadi
figuran di sinetron.. jadi bodyguard, jadi selingkuhan, Temen pemeran utama,
orang ketiga, sampek pernah kemarin jadi pengamen jalanan gitu..”
“Hahaa.. Terus terus?” Tampak Enji
sangat bersemangat mendengarkan cerita Ara.
“Ya selama ini sih, jadi figuran
sinetron striping ama sinetron one shot aja,, ini film perdananya jadi gue
ngalah dulu lah”
“Hahaa..”
Perjalanan
selama 4 jam akhirnya terlewati. Ara membuka jendela mobil dan Angin pantai
sudah mulai menyapanya. Mulai terlihat hamparan laut dari kaca depan mobil.
Mobilpun akhirnya menepi dan parkir di area pasir pantai.
“Pantaaaiiiiii!!!!” Teriak Ara
sambil berlari ke arah tepi pantai. Berlahan Enji mengikuti langkah Ara menuju
ke tepi pantai. Enji sengaja mengajak Ara ke area pantai yang sepi dari
pengunjung, agar mereka berdua dengan leluasa membuang semua penatnya di hari
ini. Mereka berdua berjalan di tepi pantai sambil menikmati angin pantai yang
lembut di sore hari.
“Thanks ya”
“Buat?” Enji memalingkan muka ke
Ara, menunggu jawaban yang akan diberikan ke Ara.
“Untuk hari ini” Senyuman
tergambar jelas di muka Ara. Mereka duduk di pasir putih sambil menikmati
suasana sunset berdua.
“Hahaa” Tawa kecil menghias raut
Enji yang terlihat sangat senang.
“Wah,!” Sentak Ara.
“Kenapa?”
“Sahabat pena ku ngirim puisi
keren deh..”
“Sahabat Pena?”
“Sahabat Pena?”
“Iya.. Dari SMA, aku punya sahabat
pena.. Kita saling menulis e-mail gitu”
“Oh ya,”
“Dengerin nih ‘sinar beningnya cahaya rembulan, kan
terlihat benderang saat kau tersenyum. Bagaikan angin malam tanpa mendung
menghujan awan’”
“Wah.. Puitis banget” Komentar
Enji tersenyum.
“Namanya ANG.. kalau kata Deva sih
secret admirer.. :D”
“Emang masih jaman Secret Admirer
sekarang?”
“hahaa.. gak tau, yang jelas dia
baik banget, walaupun email sering gak gue bales, tetep aja dia rajin ngirim
email ke gue..”
“Ehmm” Enji hanya berdehem
mendengar cerita Ara yang semakin panjang dan berantusias.
Mereka menikmati
sunset dengan Ara yang masih bercerita tentang Secret Admirernya. Waktu semakin
berlalu, Sebelum Ara bercerita semakin lama, Enji memutuskan mengajaknya makan
dahulu. Karna memang waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Setelah menyusuri
deretan kios rumah makan di pesisir pantai, mereka memutuskan memilih makan
malam seafood –Memang sebenarnya semua deretan kios menyediakan menu seafood-
di Restaurant sederhana namun nyaman. Setelah memesan beberapa menu, mereka
melanjutkan mengobrol. Kali ini topiknya berganti mengenai Deva, bukan lagi
secret admirer Ara.
“Jadi, kalian ketemu di
supermarket?” Pekik Ara menahan senyuman ketika mendengar cerita pertemuan
pertama Enji dengan Deva.
“Iya.. waktu itu, gue lupa gak
bawa dompet.. tiba-tiba Deva muncul, dan bayarin belanjaan gue..”
“Wow.. seperti Dewa penolong..”
“Wow.. seperti Dewa penolong..”
“Terus Ra, lo sendiri gimana awal
ketemu ama Deva?”
“Ehmm.. sebenernya rada ajaib
sih.. Jadi gue kan suka makan masakan jepang, waktu itu gue makan di restaurant
Deva..” Ara terdiam sejenak terlihat seperti memikirkan sesuatu lalu
melanjutkan ceritanya. “Kebetulan gue ada masalah, pas gue makan di restaurant
Deva, tiba-tiba gue nangis, terus Deva dateng, dia panic gitu, gue gak tau
kalau Deva owner sekaligus managernya.. Ya, dari situ sih..” Ara mengakhiri
ceritanya sambil tertawa renyah. Memang pertemuan yang unik.
Mereka terus mengobrol hingga tak
sadarkan hari sudah larut malam. Apa boleh buat, mereka terpaksa bermalam di
penginapan terdekat, namun tentu saja mereka berbeda kamar. Di homestay yang
sama, mereka sibuk mengurung diri di kamar masing-masing. Ara yang sedang
mengobrol dengan Deva melalui ponsel, dan Enji yang sibuk mengutak-atik tap nya
yang selalu Ia bawa kemanapun Ia pergi.
“Ya Besok balik” Ara mendesah.
“Iya Deva.. tenang aja, gue bakal
selamat sampai rumah tanpa ada yang kurang”Ucap Ara yang terus menyakinkan
kekasihnya, bahwa Ia dalam kondisi baik-baik saja.
@@@
Awan hitam menyelimuti langit yang
seakan muram untuk menampilkan senyumnya. Pagi yang mendung disambut senyuman
ceria dari Ara yang memang hari ini adalah hari yang paling Ia tunggu.
Yudisium.. ya, pelaporan nilai dari kuliah yang jalani di semester 6 ini akan
segera muncul.
“Yess!!” Sorak Ara ketika
mendapati nilainya memuaskan. Bukan hanya memuaskan, tapi sangat memuaskan.
Bisa dibilang, prestasinya meningkat. Tak ada mata kuliah yang mengulang, dan
nilai terendahnya adalah BC, itupun hanya 1 mata kuliah.
“Berarti tugas kemarin, dimaafin
ama Dosennya?” Ucap Deva yang memang sedang duduk bersila di samping Ara sejak
tadi.
“um..” Ara mengangguk sambil menunjuk ke layar
laptopnya. “Ini.. nilai BC! Andai tugasnya dulu gak rusak, pasti nilai gue A..”
“Terus nilai Lo gimana?” Tambah
Ara sambil melempar tatapan Deva. “Kalau gak salah Yudisiumnya kemarin kan?”
“Ini gue barusan liat” Deva yang
dari tadi mengutak-atik ponselnya, ternyata baru saja membuka web-akademik
miliknya. “Lumayan” tambahnya sambil menyodorkan ponsel ke arah Ara.
“Wah. 3,85! Lumayan.” Suara Ara
terdengar datar, karena memang tak aneh lagi jika IP yang didapat kekasihnya
tinggi. Sedangkan dia, yang hanya mahasiswa biasa-biasa saja mendapat IP 3,40 itu sudah sangat bagus untuknya. Tak
lupa Ara menyempatkan mengirim pesan singkat pada Enji, yang hari ini juga hari
yudisiumnya. Hanya selang satu menit, ponsel Ara berdering. Pesan balasan Enji
tertera di layar ponselnya. “Lumayan..
seperti semester lalu 3,65. Lo gimana?” . Dan tak menunggu lama, Ara
membalas pesan singkat dari Enji.
“Huuft.. ternyata Enji cerdas”
Guman Ara yang kembali menatap layar laptop didepannya.
“That Right! Untuk mahasiswa
kedokteran, dia diatas rata-rata” Komentar Deva yang meletakkan sikunya di
meja, sambil menghadap ke Ara yang terlihat murung. Tidak ada kata yang keluar
dari mulut Ara, terlihat sangat jelas dari wajahnya. Ara kecewa!
“Aku laper.. Ada makanan gak?”
Deva mulai mencairkan suasana, berharap agar kekasihnya tidak terlalu lama
merenung akan IP yang didapatnya. Namun Ara hanya mengeleng dan masih terpaku
pada layar laptop didepannya.
“Yukk keluar.. Gue pengen makan
sesuatu yang manis” Deva bangkit dan mengenakan jaketnya.
“Pie Apel!” Celetuk Ara yang
mendadak berekspresi sumringah. Ia segera merapikan mejanya dan bergegas
mengambil Tas dikamarnya. Tak lama, mereka keluar dari Apartemen Ara. Ya..
Apartemen, namun bisa dibilang Rumah susun elit untuk mahasiswa. Ara yang
merupakan mahasiswi perantauan dari luar kota, membuat dirinya harus menyewa
tempat tinggal. Kost menurutnya terlalu sempit dan tidak nyaman, sedangkan
Rumah kontrakan terlalu besar untuknya, hingga akhirnya Ia menyewa Apartemen
untuk mahasiswa. Apartemen itu tidak terlalu besar, hanya ada 4 ruang, Ruang
tidur, Kamar mandi,Ruang untuk dapur+tempat makan, dan Ruang menonton TV, yang
merangkap untuk menerima tamu. Apartemennya sudah dilengkapi perlengkapan rumah
tangga, AC dan Interkom. Itulah kenapa bisa dibilang Apartemennya adalah tempat
tinggal elit untuk Mahasiswa.
@@@
“Jadi.. Ini Apartemen Lo?” Ucap
Enji yang masih memandang sekeliling Ruang Ia duduk bersila pada karpet di
depan televisi.
“Umm” Angguk Ara yang sibuk
memandang Raut Enji yang masih mengamati Ruang Apartemennya.
“Desainnya kayak Apartemen di
Korea deh”
“Emang yang punya Orang Korea kok,
tapi gue nyaman tinggal disini”
Enji hanya menganggukan kepalanya.
“Emang Lo bisa maen gitar?” Ucap Enji ketika mendapati di sebelah sofa berwarna
putih terdapat gitar akustik yang disandarkan pada tembok.
“Itu punya Deva kok.. Pakek aja”
Ara segera berdiri, mengambil gitar Diva dan menyerahkan ke Enji.
“Mau Request lagu gak?” Tawaran
Enji yang mencoba memainkan nada dari senar gitar di tangannya.
“Ehm.. Gak deh” jawab Ara sambil
mengukir senyuman di bibirnya.
Jemari Enji mulai menari di senar
gitar. Mulai terdengar teralun lembut Nada alunan akunstik yang rapi memenuhi
Ruang Apartemen Ara.
Tak lama, akustik permainan gitar Enji menjadi
Lagu dari Adera “Lebih Indah”. Enji bernyanyi dengan diiringimusik gitar akustik yang dimainkan sendiri. Sepertinya Ia mearasemen lagu itu
sendiri. Suara Enji memang sangat Indah, dan permainana gitar Enji yang rapi
sukses membuat Ara terpukau.
to be continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar