Cerpen
Cahaya yang dulu pernah hilang
selama beberapa waktu kini kembali lagi dalam mataku. Kemilau sinar indahnya
dunia kini dapat lagi aku liat dengan kedua mataku. Ini kali pertama aku
membuka mataku setelah selama 4 hari ditutup perban. Senyuman orangtua dan
kakak lelakiku yang pertama kali aku liat.
“Mama.. Gretha bisa
liat..” Seruku sambil memeluk wanita separu baya di depanku.
“Alhamdulillah”
Teriak mama sambil menangis.
Sudah lewat sebulan lebih 5 hari,
akhirnya aku dapat melihat lagi. Ini bermula sejak kecelakaan itu, aku harus
merelakan mataku untuk buta. Dan kini, untuk pertama kalinya aku akan
meninggalkan Rumah Sakit yang merawatku selama aku Buta. Bagiku Mata adalah
segalanya untukku, ketika aku buta, aku merasa sudah tak ada harapan untuk
hidup dan sering kali mencoba untuk bunuh diri.
Selesai membereskan barang-barangku,
aku ingin bertemu teman dirumah sakit ini. Teman itu bernama Andre. Dia juga
pasien Rumah Sakit ini, dan telah menjadi teman ku sekaligus mataku ketika aku buta. Menemukan Andre
sangatlah mudah. Ketika aku berjalan menuju taman, dengan sendirinya dia akan
segera muncul disampingku. Entah seperti apa rupanya, kini aku sangat
penasaraan. Kakiku terus menyusui lorong yang biasa aku lewati menuju taman.
Tapi nihil.. Tak ada seseorang pun yang memanggil namaku seperti yang selalu
Andre lakukan.
Langkahku berhenti di taman yang
menjadi tempat aku dan Andre menghabiskan waktu. Aku melihat bangku berwarna
putih di bawah pohon lumayan besar. Itu yang selalu menjadi tempat kami duduk. Setidaknya aku harus berpamitan pada Andre lirihku
dalam hati. Aku terus mencarinya dan akhirnya muncul ide ku untuk bertanya pada
repsionis Rumah Sakit.
“Andre Putra
Pamungkas.. Anak Lelaki.. umur 10
tahun.. Sakit kanker.. Dirawat di kamar 201 lantai 2” Jawab petugasnya.
“Bukan.. Andre yang
Umur 20 tahun.. Dia sakit Demam Berdarah..” Singkatku dengan nada agak tinggi.
“Engga Ada mbak..
pasien bernama Andre Cuma ada satu aja..”
Dengan perasaan kecewa aku menuju ke
kamarku. Pandangaku terpusat pada langkah kaki yang seakan enggan untuk
berjalan. Dalam benakku, terus berfikir tentang Andre.
“brukk!!”
“Maaf.. Maaf..”
Pinta ku sambil membantu seorang lelaki yang aku tabrak. Aku membantu lelaki
itu untuk berdiri.
“Kamu gak papa?”
Tanya ku padanya, dia hanya mengeleng dan mencoba berjalan kembali. Lelaki itu
ternyata buta padahal dia sangat tampan.
“Aku anter ya…”
Ucapku sambil memegang tangannya. Lelaki itu lagi-lagi hanya mengelengkan
kepala dan melepas tanganku.
@@@
“Kak Rezaaa… Mana
Handphone ku..???” Teriak ku kesal sambil setengah berlari ke taman belakang
Rumah.
“Mana aku tau”
Singkat kak.reza sambil membaca novel.
“Alahh,, pasti
diumpetin”
“Kagak.. Tadi di
bawa mama.. Katanya mau diganti yang baru” Ucapnya santai.
“Itu tau, kenapa
tadi bilang gak tau?”
“sengaja :p ”goda Kak.Reza.
“kak.Reza,, tau
Andre kan?”
“Andre? Temenmu yang di Rumah Sakit?”
“Andre? Temenmu yang di Rumah Sakit?”
“Um.. dia kayak apa
sih??”
“Dia ituu.. Putih,
tingginya kayak aku,, yang pasti masih cakep aku”
“halahh.. pasti
bo’ong.. dia cakep ya?”
“Kalau jelek, gak
mungkin mama ngebiarin kamu maen ama dia.. Nih ada fotonya..” Ucap kak.Reza
sambil menyodorkan HP nya.
“Mana???”
“Itu disebelah
mama..”
“Apa’an!! Ini Cuma
dari belakang doank”
“Hahaaa.. Paling
ga, kan ada fotonya”
Potongan rambut Andre yang difoto
mirip dengan cowok buta yang aku tabrak kemarin. Tapi gak mungkin lah. Andre
kan sering ngajak aku jalan-jalan, gak mungkin dia buta.
Gak kerasa udah seminggu, setelah
aku operasi . Hari ini, dokter yang dulu merawatku meminta aku chek-up ke Rumah
Sakit. Cuma untuk jaga-jaga, kata dokter dari terlefon. Setelah chek-up, ku
luangkan waktu untuk mencari Andre. Aku menuju Taman itu lagi. Di bangku putih
dibawah pohon, aku melihat cowok buta yang aku tabrak kemarin. Dia duduk
ditemani oleh seorang suster. Sepertinya, dia lagi merajuk tak mau minum obat.
Aku berlahan mendekatinya. Dan memberi isyarat pada suster untuk mengijinkan ku
duduk disebelah cowok itu. Ku ambil obat dan gelas dari tangan suster.
“Hey,, tampan.. Aku
adalah mukjizat kecil yang dikirim Tuhan.. Kenapa kamu tak biarkan aku mengobatimu..”
Ucapku menirukan Ucapan Andre dulu ketika aku merajuk tak mau minum obat,
bedanya Andre dulu memanggilku dengan kata cantik. Lelaki itu hanya terdiam
seperti tidak mendengarkan ucapanku.
“Rehan.. Ini ada
malaikat cantik yang meminta kamu minum obat lohh.. Masak mau menolak” Bujuk
Suster. Cowok itu akhirnya membuka mulutnya dan meminum obatnya.
“Terima Kasih”
Singkatnya. Suara ini, sepertinya…..
“Grethaa..” Panggil
Mama dari lorong.
“Kak.Rehan.. cepet
sembuh yaa..” Ucapku sambil berpamitan.
Malam Hari. . . .
“Mah.. Andre tu
kayak apa sih?” Tanyaku pada mama, ketika kami menonton TV bersama.
“Loh.. kamu belum
ketemu Andre?” Ucap mama sedikit terkejut.
“belum” singkatku
sambil mengelengkan kepala.
“Terus.. Tadi pagi
waktu di Rumah Sakit.. Bukannya kamu lagi ngobrol sama andre?”Pekik Mama heran.
“haaah???” aku
teringat akan cowok buta bernama Rehan itu. Tapi gak mungkin Rehan itu Andre.
Mereka beda.. Andre gak buta kayak Rehan..
“Nih.. mama punya
foto Andre” Mama menunjukan foto di Handphone nya. Aku ingat, sebelum aku
operasi, Mama,Papa,Kak.Reza dan Andre foto bersama ku.
“Braak” Handphone
Mama jatuh ke Lantai. Di foto itu, ada Rehan berdiri di sampingku sambil
tersenyum. Tubuhku sangat berat seperti tertimpa bongkahan batu besar di
pundakku.
“Mah.. Gretha mau
ke Rumah Sakit Sekaranggg!!!” Racau ku
tak jelas seperti orang linglung. Mama mencoba mencegahku, tapi aku
mengelaknya. Aku berlari ke depan dan memanggil taxi.
“Rehaaann.. kenapa
tadi ga bilaanggg..” Lirihku sambil menangis histeris dalam taxi.
@@@
Dengan masih mengunakan Piyama, aku
berlari ke repsionis.
“Rehan.. Dia
but-ta.. Dikam-mar brap-pa??” Ucapku sambil menangis.
“Tenang mbak..
Tolong bicara yang jelas..” Jawab Petugas itu. Mataku tak sengaja melihat
suster yang tadi pagi merawat Rehan.
“Suster..” Teriakku
sambil berlari padanya.
“Oh.. mbak yang
tadi pagi.. Ada apa?”
“Rehan.. Dia
dimana??” Tanyaku yang mulai tenang.
“Rehan.. Dia….”
“Dia kenapa sus??Dia udah pulang ke Rumah ..??”
“Dia tadi sore..
Udah pulang menghadap Tuhan” Ucapan suster itu seakan seperti petir yang
menyambar badanku. Tubuhku lemas dan seketika ambruk ke lantai.
“Rehaaaannnnn!!!”
Teriakku memanggil namanya, berharap dia akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar