Translate

Sabtu, 17 November 2012

Your Eyes



Cerpen



            Cahaya yang dulu pernah hilang selama beberapa waktu kini kembali lagi dalam mataku. Kemilau sinar indahnya dunia kini dapat lagi aku liat dengan kedua mataku. Ini kali pertama aku membuka mataku setelah selama 4 hari ditutup perban. Senyuman orangtua dan kakak lelakiku yang pertama kali aku liat.

“Mama.. Gretha bisa liat..” Seruku sambil memeluk wanita separu baya di depanku.
“Alhamdulillah” Teriak mama sambil menangis.
            Sudah lewat sebulan lebih 5 hari, akhirnya aku dapat melihat lagi. Ini bermula sejak kecelakaan itu, aku harus merelakan mataku untuk buta. Dan kini, untuk pertama kalinya aku akan meninggalkan Rumah Sakit yang merawatku selama aku Buta. Bagiku Mata adalah segalanya untukku, ketika aku buta, aku merasa sudah tak ada harapan untuk hidup dan sering kali mencoba untuk bunuh diri.
            Selesai membereskan barang-barangku, aku ingin bertemu teman dirumah sakit ini. Teman itu bernama Andre. Dia juga pasien Rumah Sakit ini, dan telah menjadi teman ku sekaligus mataku ketika aku buta. Menemukan Andre sangatlah mudah. Ketika aku berjalan menuju taman, dengan sendirinya dia akan segera muncul disampingku. Entah seperti apa rupanya, kini aku sangat penasaraan. Kakiku terus menyusui lorong yang biasa aku lewati menuju taman. Tapi nihil.. Tak ada seseorang pun yang memanggil namaku seperti yang selalu Andre lakukan.
            Langkahku berhenti di taman yang menjadi tempat aku dan Andre menghabiskan waktu. Aku melihat bangku berwarna putih di bawah pohon lumayan besar. Itu yang selalu menjadi tempat kami duduk. Setidaknya aku harus berpamitan pada Andre lirihku dalam hati. Aku terus mencarinya dan akhirnya muncul ide ku untuk bertanya pada repsionis Rumah Sakit.
“Andre Putra Pamungkas..  Anak Lelaki.. umur 10 tahun.. Sakit kanker.. Dirawat di kamar 201 lantai 2” Jawab petugasnya.
“Bukan.. Andre yang Umur 20 tahun.. Dia sakit Demam Berdarah..” Singkatku dengan nada agak tinggi.
“Engga Ada mbak.. pasien bernama Andre Cuma ada satu aja..”
            Dengan perasaan kecewa aku menuju ke kamarku. Pandangaku terpusat pada langkah kaki yang seakan enggan untuk berjalan. Dalam benakku, terus berfikir tentang Andre.
“brukk!!”
“Maaf.. Maaf..” Pinta ku sambil membantu seorang lelaki yang aku tabrak. Aku membantu lelaki itu untuk berdiri.
“Kamu gak papa?” Tanya ku padanya, dia hanya mengeleng dan mencoba berjalan kembali. Lelaki itu ternyata buta padahal dia sangat tampan.
“Aku anter ya…” Ucapku sambil memegang tangannya. Lelaki itu lagi-lagi hanya mengelengkan kepala dan melepas tanganku.

@@@

“Kak Rezaaa… Mana Handphone ku..???” Teriak ku kesal sambil setengah berlari ke taman belakang Rumah.
“Mana aku tau” Singkat kak.reza sambil membaca novel.
“Alahh,, pasti diumpetin”
“Kagak.. Tadi di bawa mama.. Katanya mau diganti yang baru” Ucapnya santai.
“Itu tau, kenapa tadi bilang gak tau?”
“sengaja :p ”goda Kak.Reza.
“kak.Reza,, tau Andre kan?”
“Andre? Temenmu yang di Rumah Sakit?”
“Um.. dia kayak apa sih??”
“Dia ituu.. Putih, tingginya kayak aku,, yang pasti masih cakep aku”
“halahh.. pasti bo’ong.. dia cakep ya?”
“Kalau jelek, gak mungkin mama ngebiarin kamu maen ama dia.. Nih ada fotonya..” Ucap kak.Reza sambil menyodorkan HP nya.
“Mana???”
“Itu disebelah mama..”
“Apa’an!! Ini Cuma dari belakang doank”
“Hahaaa.. Paling ga, kan ada fotonya”
            Potongan rambut Andre yang difoto mirip dengan cowok buta yang aku tabrak kemarin. Tapi gak mungkin lah. Andre kan sering ngajak aku jalan-jalan, gak mungkin dia buta.
            Gak kerasa udah seminggu, setelah aku operasi . Hari ini, dokter yang dulu merawatku meminta aku chek-up ke Rumah Sakit. Cuma untuk jaga-jaga, kata dokter dari terlefon. Setelah chek-up, ku luangkan waktu untuk mencari Andre. Aku menuju Taman itu lagi. Di bangku putih dibawah pohon, aku melihat cowok buta yang aku tabrak kemarin. Dia duduk ditemani oleh seorang suster. Sepertinya, dia lagi merajuk tak mau minum obat. Aku berlahan mendekatinya. Dan memberi isyarat pada suster untuk mengijinkan ku duduk disebelah cowok itu. Ku ambil obat dan gelas dari tangan suster.
“Hey,, tampan.. Aku adalah mukjizat kecil yang dikirim Tuhan.. Kenapa kamu tak biarkan aku mengobatimu..” Ucapku menirukan Ucapan Andre dulu ketika aku merajuk tak mau minum obat, bedanya Andre dulu memanggilku dengan kata cantik. Lelaki itu hanya terdiam seperti tidak mendengarkan ucapanku.
“Rehan.. Ini ada malaikat cantik yang meminta kamu minum obat lohh.. Masak mau menolak” Bujuk Suster. Cowok itu akhirnya membuka mulutnya dan meminum obatnya.
“Terima Kasih” Singkatnya. Suara ini, sepertinya…..
“Grethaa..” Panggil Mama dari lorong.
“Kak.Rehan.. cepet sembuh yaa..” Ucapku sambil berpamitan.

Malam Hari. . . .
“Mah.. Andre tu kayak apa sih?” Tanyaku pada mama, ketika kami menonton TV bersama.
“Loh.. kamu belum ketemu Andre?” Ucap mama sedikit terkejut.
“belum” singkatku sambil mengelengkan kepala.
“Terus.. Tadi pagi waktu di Rumah Sakit.. Bukannya kamu lagi ngobrol sama andre?”Pekik Mama heran.
“haaah???” aku teringat akan cowok buta bernama Rehan itu. Tapi gak mungkin Rehan itu Andre. Mereka beda.. Andre gak buta kayak Rehan..
“Nih.. mama punya foto Andre” Mama menunjukan foto di Handphone nya. Aku ingat, sebelum aku operasi, Mama,Papa,Kak.Reza dan Andre foto bersama ku.
“Braak” Handphone Mama jatuh ke Lantai. Di foto itu, ada Rehan berdiri di sampingku sambil tersenyum. Tubuhku sangat berat seperti tertimpa bongkahan batu besar di pundakku.
“Mah.. Gretha mau ke Rumah Sakit  Sekaranggg!!!” Racau ku tak jelas seperti orang linglung. Mama mencoba mencegahku, tapi aku mengelaknya. Aku berlari ke depan dan memanggil taxi.
“Rehaaann.. kenapa tadi ga bilaanggg..” Lirihku sambil menangis histeris dalam taxi.

@@@

            Dengan masih mengunakan Piyama, aku berlari ke repsionis.
“Rehan.. Dia but-ta.. Dikam-mar brap-pa??” Ucapku sambil menangis.
“Tenang mbak.. Tolong bicara yang jelas..” Jawab Petugas itu. Mataku tak sengaja melihat suster yang tadi pagi merawat Rehan.
“Suster..” Teriakku sambil berlari padanya.
“Oh.. mbak yang tadi pagi.. Ada apa?”
“Rehan.. Dia dimana??” Tanyaku yang mulai tenang.
“Rehan.. Dia….”
“Dia kenapa sus??Dia  udah pulang ke Rumah ..??”
“Dia tadi sore.. Udah pulang menghadap Tuhan” Ucapan suster itu seakan seperti petir yang menyambar badanku. Tubuhku lemas dan seketika ambruk ke lantai.
“Rehaaaannnnn!!!” Teriakku memanggil namanya, berharap dia akan datang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar